Pembawa Bunga (Slice of Life Story)

0

Pembawa Bunga

oleh (mifthaakbie)

Ia sering sekali membawa sebuah keranjang yang berisikan bunga-bunga di dalamnya. Melati, mawar, kenanga, dan lain sebagainya. Berjalan menyusuri kota-kota besar dan bahkan pedesaan kecil. Dia bukanlah penjual bunga, apalagi petani bunga. Ia hanya sering berhenti di suatu tempat, dan memberikan bunga pada seseorang. Ya, hanya memberi saja, tanpa meminta bayaran. Baju dress pendek putihnya, dan sepatu keds putih yang ia kenakan, selalu terlihat mencolok diantara kerumunan orang-orang yang ia lewati. Unik, itulah kesan pertama yang ia timbulkan dari penampilannya.
***
“Kenapa anda membawa sekeranjang bunga?” tanya seorang wanita muda yang duduk di sampingnya dengan nada ingin tahu, ketika ia duduk-duduk di bangku taman kota. Sepertinya, ia seorang wanita karir yang sukses.
“Apa itu sebuah pertanyaan?” iapun bertanya balik, sambil meletakkan keranjang bunganya di sampingnya.
“Ya, tentu saja.”
“Karena aku menyukainya.” Jawabnya sambil tersenyum.
“Kenapa anda tidak menjualnya saja?. Bukankah itu akan lebih menguntungkan?”
“Uang bukanlah seprti bunga.”
“Maksud anda?”
“Lihat warna-warni cantik mereka. Apik dan membuat hati yang melihatnya menjadi tentram. Uang bukanlah bunga yang dapat menentramkan.” Jawabnya dengan menatap kagum pada bunga-bunga yang ada pada keranjangnya.
“Hmmm” wanita muda yang bertanya padanya itupun menarik nafas. Lalu memandang taman kota yang asri.
“Ya, anda benar. Menurut saya, uang bukanlah segalanya.” Lanjut wanita itu. Nada bicaranya menurun. Sepertinya, ia baru saja mengalami masalah yang begitu berat.
Gadis pembawa bunga itu menatapnya lekat-lekat. Seakan tahu masalah apa yang di alami oleh wanita muda itu. Lalu, mengambil sekuntum bunga matahari yang masih segar.
“Saya harus pergi sekarang.” Kata gadis pembawa bunga itu.
“Oh, silahkan,” jawab wanita muda itu dengan ramah.
“Saya turut berduka atas meninggalnya suami anda.”
“Bagaimana anda tahu tentang suami saya?” Wanita muda itu terlihat terkejut atas perkataan gadis itu. Namun, gadis itu hanya tersenyum kecil padanya.
“Semoga kita bisa bertemu kembali.” gadis itu berkata dengan wajah ceria, tanpa menjawab pertanyaan wanita tersebut. Lalu memberikan setangkai bunga matahari di tangannya pada wanita muda tersebut.
“Selamat tinggal.” Katanya, kemudian pergi berlalu. Meninggalkan wanita muda yang hatinya berkecamuk tanda tanya besar akan dirinya.
Wanita itu memandang setangkai bunga matahari yang ada di genggamannya. Warna bunga itu kuning cerah. Terlihat cantik, dan segar. Lalu, iapun tersenyum kecil. Lalu berdiri dengan setangkai bunga matahari di tangannya.
***
Gadis itu kembali menyusuri jalan-jalan kota dan desa. Hingga sampailah ia di depan sebuah toko roti. Penampilan luar toko roti itu terlihat artistik dengan ukiran-ukiran rumit di atas pintu masuk. Aroma khas roti yang di panggang  tercium begitu harum dari luar. Lalu, iapun masuk ke dalamnya.
Suasana di dalam toko roti itu terlihat cukup sepi. Hanya ada 3 orang ibu-ibu yang terlihat memilih-milih roti. Pemilik toko itu terlihat murung di belakang meja kasirnya. Gadis itupun mendatanginya.
“Saya pesan 3 brownies coklat dan secangkir coklat panas” Katanya pada pemilik toko.
“Oh, ya. mohon tunggu sebentar. Nanti akan kami antarkan ke meja anda.” Kata pemilik toko berusaha seramah mungkin. Gadis itupun menuju ke sebuah meja dan menunggu pesanannya.
Tak lama kemudian, brownies yang ia pesanpun datang. Dan di antar oleh pemilik tokonya langsung. Rupanya, pemilik toko roti itu penasaran dengan penampilan dan keranjang bunga gadis itu.
“Ini pesanan anda.” Kata pemilik toko dengan ramah sambil menyajikan pesanan brownies dan coklat panas. Lalu duduk di depan gadis itu sambil mengamatinya. Gadis itu menyeruput sedikit coklat panasnya.
“Ini enak.” Kata gadis itu singkat, lalu kembali meminumnya. Namun pemilik toko tak terlalu menyahuti komentarnya dan tetap mengamati setiap gerak-geriknya.
“Bolehkah saya bertanya?” tanya gadis itu dengan tiba-tiba.
“Eh, silahkan,” jawab pemilik toko itu terkejut.
“Apakah anda membuat roti dengan komposisi yang istimewa?”
“Ya, tentu saja. Jika tak istimewa, tak mungkin ada pelanggan di toko kami.”
“Lalu, kenapa toko roti di seberang jalan itu mempunyai peanggan yang lebih banyak di bandingkan dengan pelanggan anda?. Apakah itu berarti komposisi mereka lebih istimewa dari resep anda?” pemilik toko itu terdiam, dan terlihat murung kembali. Lalu menarik nafas panjang.
“Bolehkah saya bertanya?” tanya pemilik toko padanya.  Gadis itu meletakkan coklat panasnya.
“Ya, silahkan.” Jawab gadis itu sambil memandang cangkir coklat panasnya.
“Apakah anda penjual bunga?”
“Apakah saya terlihat seperti penjual bunga?” gadis itu balik bertanya.
“Ya, tentu saja.” Sahutnya sambil mencoba membetulkan tempat duduknya.
“Saya bukan penjual bunga. Tapi saya sangat menyukai bunga-bunga itu.”
“Apa yang istimewa dari bunga-bunga itu?”
“Mereka selalu terlihat cantik, walaupun sebenarnya ada sisi buruk yang mereka miliki”
 “Boleh saya membungkus 3 brownies ini?” tambah gadis itu ketika melihat pemilik toko itu terdiam.
“Ya, tentu saja.” Jawab pemilik toko. Lalu membawa piring brownies itu pergi untuk membungkusnya.
Tak  lama kemudian, pemilik toko itu kembali lagi sambil  membawa kotak berisi brownies tadi. Dan memberikannya kepada gadis itu.
“Semoga saya punya kesempatan untuk kesini lagi,” kata gadis itu sambil tersenyum pada pemilik toko. Lalu, iapun mengambil setangkai bunga anggrek macan kuning dari keranjang bunganya. Lalu, memberikannya pada pemilik toko.



“Apakah ini untuk saya?” tanya pemilik toko sambil menerimannya dengan heran.
“Ya, tentu saja. Sampai jumpa lagi,”  setelah itu, iapun pergi keluar dari toko roti.
Pemilik toko itu memandang perginya gadis itu. Hingga akhirnya gadis itu menghilang di balik pintu toko. Anggrek yang berada di tangannya, ia amati. Lalu ia tersenyum bahagia, dan berlari menuju dapur para karyawannya, mencoba membuat resep-resep komposisi roti baru yang istimewa.
***
Pagi ini, gadis itu berada di sebuah emperan toko. Suasana masih dingin dan petang. Terlihat seorang pria muda yang duduk di depan emperan toko. Bajunya lusuh, dan sepertinya penampilannya acak-acakan. Gadis itu menghampiri pria tersebut, dan berkata padanya.
“Bolehkah saya juga duduk di sini?” tanyanya pada pria itu. Pria itupun hampir meloncat kaget.


“Apakah anda berbicara pada saya?” tanya pria itu.
“Ya, tentu saja,”
“Apakah anda seorang bidadari yang datang subuh-subuh untuk memberi saya keberuntungan?”
“Bukan,”
“Lalu kenapa anda berpakaian bagus serba putih, dan membawa bunga?” gadis itu tersenyum kecil mendengar pertanyaan pria tadi.
“Apakah saya tidak boleh duduk di sini?”  iapun malah bertanya balik.
“Oh, tentu saja. Tapi, bukankah baju anda terlalu bagus untuk duduk di tempat kotor seperti ini?”
“Ah, itu tak masalah untuk saya,”
“Sebentar, jangan duduk dulu,” kata pria tersebut. Lalu, ia mencari-cari kardus yang cukup bersih untuk tempat duduk gadis itu.
“Silahkan, ini yang terbaik yang bisa ku temukan.” Kata pria itu, mempersilahkan duduk. Gadis itu tersenyum kecil, lalu duduk.
“Saya belum pernah melihat anda di sini. Apakah anda adalah anak dari salah satu pemilik toko di sini?” tanya pria itu. Si gadis hanya menggeleng.
Pria gelandangan itu mengamati lekat-lekat gadis yang duduk di sampingnya. Pandangannya telihat penasaran dan ingin tahu lebih lanjut tentang gadis ini.
“Apakah anda penjual bunga?” tanyanya lagi, ketika melihat keranjang yang di bawa gadis itu penuh dengan bunga.
“Apakah aku mirip seperti seorang  penjual bunga?” jawab gadis itu dengan senyuman.
“Ya, tentu saja. Kalau bukan, kenapa anda membawa keranjang berisi bunga-bunga itu?”
“Kalau begitu, apakah anda adalah seorang pengusaha?” gadis itu balik bertanya.
“Apakah saya lebih mirip seperti seorang pengusaha?. Dengan pakaian lusuh dan kertas kardus untuk alas tidur ini?”
“Ya, tentu saja. Di balik penampilan anda, pasti sebenarnya anda adalah seorang pengusaha yang sukses dan kaya raya,”
“Itu aneh. Mana mungkin seorang gelandangan seperti saya bisa menjadi seorang pengusaha kaya?. Lagipula, perusahaan mana yang mau menerima saya?” jawab pria itu dengan tersenyum sendiri.
“Anda memiliki hobi yang unik,”
“Unik?. Maksud anda?”
“Ya, hobi anda adalah berkata sebelum bertindak,”
“Ah, anda menyindir saya,” pria itu tersenyum kecil.
Jam terasa berjalan dengan  cepat. Mentari sedikit demi sedikit menampakkan sinarnya. Dan tak terasa, sudah banyak orang yang berjalan di sekitar tempat itu, untuk mengawali kegiatan mereka masing-masing di pagi hari.
“Saya rasa, saya harus pergi sekarang,” kata gadis pembawa bunga itu pada pria gelandangan tersebut.



“Oh ya, silahkan. Semoga hari anda menyenangkan,” jawab pria itu ramah. Gadis itupun mengambil sekuntum bunga sepatu, lalu memberikannya pada pria itu.
“Ini untuk anda. Dan saya sekedar mengingatkan, saya bukan penjual bunga,” sambungnya sambil tersenyum kecil.
Pria itu hanya memandanginya dengan aneh dan penuh tanda tanya. Lalu gadis itu berdiri dari tempatnya duduk, dan bersiap pergi.
“Sampai jumpa, semoga kita bisa bertemu kembali di lain kesempatan yang lebih baik,” katanya, lalu beranjak berlalu.
Kini, tinggallah pria gelandangan itu. Ia memandangi bunga pemberian gadis aneh yang di temuinya itu. Namun, akhirnya ia tersenyum kecil, dan beranjak berdiri dari tempatnya duduk. Lalu berjalan menyusuri seluruh sudut-sudut kota, mencari perusahaan dan toko-toko yang membutuhkan pegawai baru.
***
“Apakah ini cocok untukku?” tanya seorang gadis bernama Sai, pada temannya Nike.
“Ya, akan sangat cocok bila kau menurunkan sedikit berat badanmu.” Jawab Nike dengan tersenyum jahil.
Pagi itu mereka sedang berbelanja baju. Namun, walaupun sudah berjam-jam mereka mengacak-acak seluruh isi toko itu, mereka belum menemukan baju yang cocok untuk Sai. Ukuran tubuhnya selalu menjadi persoalan rumit dalam hal membeli dan memilih baju baru.
“Apa kau sudah mempertimbangkan untuk mengikuti fitness?” tanya Nike.
“Aku sudah mendaftar, dan akan di mulai pada hari sabtu ini,”
“Berarti itu sudah menjadi nasibmu,” ledek Nike dengan tawa kecil.
“Rasanya, dunia ini tak adil.” Sai menggerutu pada nasibnya.
“Ku rasa, dunia juga tak selalu begitu,” tiba-tiba sebuah suara seorang gadis mengagetkan mereka.



Mereka berduapun menoleh, ke arah sumber suara itu. Seorang gadis cantik berpakaian dress pendek putih, dengan sepatu keds putih, sambil membawa keranjang cantik berisi berbagai macam bunga  yang tersusun rapi di dalamnya.
“Boleh saya mengajukan pendapat?” tanya gadis misterius itu. Namun, yang di tanya malah tertegun padanya, karena kedatangannya yang tiba-tiba. Untungnya, Nike langsung tersadar dari ketertegunannya.
“Oh, tidak masalah, silahkan,” jawab Nike dengan tersenyum ramah, berusaha menutupi  ketertegunannya.
“Ku rasa, yang paling cocok untukmu adalah ini,” sahut gadis itu sambil menyerahkan sebuah kaos panjang berwarna biru dengan aksen gambar kucing di depannya.
“Ah, kau menyindirku,” komentar Sai, ketika melihat baju yang di sodorkan gadis itu.
“Apakah kau tak suka warna biru?” tanya Nike.
Bukannya gitu. Masa’ musim panas gini aku musti pakai baju lengan panjang?
“Ah, itu Cuma alasanmu saja. Bukankah sebenarnya kau memang tidak pede memakai baju lengan panjang?” Sindir Nike.
Ya udah , sini ku cobain.” Sahut Sai sambil mengambil baju yang di pegang gadis pembawa bunga itu. Lalu masuk ke dalam ruang ganti. Tak lama kemudian, Sai keluar dengan memakai baju warna biru yang ia coba. Wajahnya berbinar-binar.
“Baju ini cocok sekali denganku. Aku suka.” Sahutnya gembira.
Tuhkan. Gitu aja tadi bilangnya nggak mau,” kata Nike.
Biarin. Lagian, kan bukan kamu yang beri usulan baju ini,”. Gadis pembawa bunga yang melihat tingkah mereka, hanya tersenyum kecil.
Eh, makasih ya, udah mau bantu kami,” kata Sai dengan gembira. Gadis pembawa bunga itu tersenyum pada Sai.
Mau nggak kamu jalan-jalan sama kita-kita?” ajak Nike.


“Ah, dengan senang hati.” Jawabnya.
Setelah membayar di kasir, mereka bertigapun pergi dari toko itu, dan menuju ke salah satu kafe yang ada di sekitar situ. Setelah memesan makanan, merekapun berbincang-bincang.
“Ah, porsi makanmu selalu lebih banyak dariku.” Kata Nike ketika melihat porsi makanan yang di pesan Sai.
“Ah, itu bukan masalahmu. Aku kan yang memakannya,”
“Percuma ikut fitnes. Badan kamu tak akan mungkin bisa berubah,” komentar Nike. Namun, Sai berusaha untuk tak memperhatikan komentar Nike. Dan malah mengalihkan pembicaraan.
Tau nggak, sebenernya dari tadi kita itu ngira kamu orang aneh,” kata Sai pada gadis pembawa bunga itu. Walaupun sebenarnya Nike merasa jengkel tak di hiraukan, akhirnya iapun mengikuti alur pembicaraan Sai.
“Iya, tapi ternyata kamu itu seru ya,” tambah Nike. Gadis pembawa bunga itu tersenyum.
Oh ya, kenapa sih, kamu selalu bawa-bawa keranjang bunga?. Trus pake’ baju dress plus sepatu keds di musim panas gini. Kan aneh kalo ngeliatnya,” sambung Nike dengan nada penasaran.
“Bunga itu pembawa ketenangan. Lihat warna-warnanya. Mereka berwarna-warni tapi tetap satu panggilan. Yaitu bunga.” Jawab gadis itu.
“Kau penggemar fanatik bunga ya?” tanya Nike. Yang di tanya hanya tersenyum kecil.
“Eh, di mana rumahmu?. Apakah di sekitar sini?” tanya Sai.
“Tidak. Rumahku jauh sekali dari sini. Aku hanya ingin sekedar berjalan-jalan di kota ini,” jawab gadis itu.
Eh, ngomong-ngomong, dari tadi kita ngobrol terus. Tapi belum tahu nama kamu. boleh tahu nggak, nama kamu siapa?” tanya Nike pada gadis pembawa bunga itu.
“Apakah itu perlu ku jawab”
“Ya, tentu saja.”
Namun, gadis pembawa bunga itupun tak segera menjawab. Ia mengambil sekuntum bunga mawar, dan memberikannya pada Sai. Lalu berdiri dan menjawab pertanyaan Nike.
“Panggil saja aku Si Pembawa Bunga. Namun, ingatlah, aku bukan penjual bunga,” kata gadis itu sambil tersenyum. Lalu pergi meninggalkan Nike dan Sai yang terheran-heran.
Setelah gadis itu sudah tak terlihat lagi di dalam kafe itu, Nike dan Sai saling berpandangan dengan heran.
“Gadis itu aneh,” kata Sai.
“Ya, ia muncul dengan tiba-tiba. Lalu pergipun juga dengan tiba-tiba,” sahut Nike.
“Kenapa ia terasa akrab jika bersama kita ya?. Padahal, bukankah kita baru mengenalnya?”
“Ya, aku merasakan hal yang sama sepertimu. Namun, yang ingin ku tanyakan adalah, kenapa ia memberimu sekuntum mawar?”
“Akupun juga tak tahu.” Jawab Sai sambil menatap bunga mawar merah yang ada di tangannya. Namun, akhirnya ia tersenyum lebar.
“Kurasa, aku sudah mengetahui jawabannya,” kata Sai. Lalu iapun berdiri.
“Yuk, kita pergi dari sini,” Ajaknya pada Nike.
“Tapi, makananmu kan belum habis,” kata Nike dengan heran.
“Ah biarkan saja, ayo ikut aku,”
“Kemana?”
“Ke panti asuhan.”
“Hah?”
“Sekarang juga,”
“Sekarang juga?”
Sai hanya tersenyum melihat respon sahabatnya. Lalu, menarik tangan Nike dengan keras, dan menuju ke kasir untuk membayar makanannya.
***
Pagi masih berkabut. Gadis pembawa bunga itu kini berada di taman kota. Dan duduk di salah satu bangku sambil membaca koran pagi. Di halaman pertama, ada sebuah gambar seorang pengusaha wanita cantik berjas hitam. Senyum bangga tersungging di bibirnya. Judul berita di atas fotonya terpampang jelas. ‘TAK BERSUAMI BUKAN BERARTI TAK BERMIMPI’.
Lalu, di halaman ke tiga, ada sebuah foto toko roti yang berhiaskan ukiran cantik di atas pintu masuknya. ‘KEUNTUNGANNYA SEEMPUK ROTI’ judul yang manis.
Di halaman ke empat, ia melihat sebuah foto seorang lelaki berpenampilan urakan, di depan sebuah perusaan besar dengan tersenyum penuh kemenangan. ‘PENAMPILAN, BUKAN ALASAN’ judulnya tercetak tebal dan jelas.
Lalu, iapun berganti membuka halaman terakhir. Sebuah foto gadis cantik dan seksi berpakaian dress panjang berwarna merah, dengan membawa sekuntum bunga mawar merah. Ia sedang berpose dengan anggun. ‘MODEL YANG BERAWAL DARI MAWAR’ judul beritanya terlihat tertata dengan apik. Serasi dengan isi berita dan gambarnya.
Gadis pembawa bunga itupun tersenyum kecil membaca berita-berita itu. Lalu, iapun melipat koran yang ia baca. Ia letakkan dengan rapi di keranjangnya. Bergabung dengan bunga-bunga cantik yang ia bawa. Iapun berdiri dari tempatnya duduk, dan berjalan pergi. Kembali melangkahkan kakinya, menyusuri tiap sudut kota yang ia datangi. Dan, mencari orang-orang yang tepat untuk pemberhentian setiap kuntum bunga-bunga yang ia bawa.
Selesai

**Cuap cuap ringan
Created on 2013
Online Publish @liwato.blogspot.com
Kalian bisa tinggalkan komen mengenai cerita diatas kunjungi dan follow juga halaman instagram milik penulis disini : mifthaakbie

*Isi sepenuhnya adalah milik dari liwato
*Mohon untuk mencantumkan sumber penulis dari blog ini jika mempublikasikan ulang!
*respect for respected

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top