https://s1.r29static.com/bin/entry/c03/x,80/2093678/image.jpg |
Di sebuah daerah terpencil perbatasan China dan Tibet, sekelompok warga etnik minoritas suku Musuo tinggal. Berada di provinsi Yunan dan Sichuan, tepatnya di sekitar danau Lugu, kawasan Yongning, Yanyuan. Suku ini merupakan suku dari etnik Naxi dan menganut budaya matriarki pada kehidupan mereka. Budaya sistem hirarki rumah tangga mengenai tingkat kepemimpinan dan dominasi lebih tinggi terletak pada perempuan. Ditengah kehidupan dunia yang mayoritas menggunakan sistem patriarki, suku Musuo menjadi salah satu suku dengan tradisi yang menarik untuk dibas, Simpelnya, kalian bisa menyebutnya sebagai sistem ‘wanita kepala rumah tangga’.
Sang kepala rumah tangga adalah sosok yang paling di hormati dan dituakan oleh seluruh anggota keluarga. Seluruh urusan dan keputusan akan berasal dari Ibu, sang kepala rumah tangga di suku Musuo. Sistem ‘wanita adalah penguasa’ diterapkan pada setiap keturunan wanita dari garis ibu pada suku ini. Semua pekerjaan yang lazim dilakukan oleh pria di kehidupan modern, akan terbalik.
Wanita Adalah Pemimpin di Suku Musuo
Peran perempuan dalam suku Musuo sangat penting dan kental. Para pria hanya tinggal dirumah dengan mengurus anak-anak. Mereka cenderung tidak memiliki kegiatan dan peran apapun selain mengasuh anak, menyiapkan upacara dan sesekali memancing. Para laki-laki tidak memiliki pekerjaan dan lebih sering hanya hidup di malam hari sekedar untuk bercinta dengan wanita mereka.Alhasil, para wanitalah yang menggantikan untuk mencari nafkah. Semua kebutuhan rumah tangga termasuk bekerja dan urusan dapur diatur oleh wanita. Ini sangat mengagumkan karena tak jarang ditemui bahwa dalam satu keluarga akan terdiri lebih dari 10 orang.
Kebebasan para wanita untuk mengerjakan semua hal, menapaki semua elemen kehidupan. Bahkan sangat lumrah dan wajar jika para wanita dari suku Musuo melakukan tradisi kencan dengan berbagai macam pria tanpa perlu menikah secara resmi. Tradisi ini disebut dengan ‘walking marriage’ atau pernikahan berjalan. Alias bergonta ganti pasangan. Mungkin akan terdengar seperti surga bagi para pria modern diluar sana. Namun, asal tahu saja, karena para wanita di suku Musuo memiliki kedudukan yang tinggi, mereka tidak akan segan-segan menolak ajakan pria yang tidak mereka minati dan lebih memilih untuk mengencani pria lainnya.
Wanita Suku Musuo Bebas Gonta Ganti Pasangan
Para wanita tidak akan terikat dengan perkawinan dengan pria manapun, dan akan tetap tinggal di rumah ibu mereka hingga akhir usia mereka. Biasanya mereka akan tinggal pada satu rumah yang telah ditinggali secara turun temurun. Para ibu akan merawat para nenek, begitu pula para gadis yang lebih muda akan merawat yang lebih tua. Semua anggota keluarga dari garis ibu akan tiggal di rumah ibunya sambil bekerja membantu segala kebutuhan rumah. Bahkan anak laki-laki juga akan tetap tinggal dirumah ibunya. Ketika para anak laki-laki sudah dewasa, mereka baru boleh tidur dirumah perempuan lain ketika malam dan kembali kerumah ibunya ketika pagi untuk membantu ibunya dirumah. Rutinitas unik yang bahkan belum pernah terbayangkan oleh ane sendiri.Walaupun para wanita diperkenankan untuk bergonta-ganti kekasih setiap waktu yang diinginkannya, bukan berarti praktik poliandri berlaku disini. Para wanita suku Musuo memang bebas mengencani banyak pria. Namun tidak diharuskan untuk menikah. Ini menjadikan mereka tidak memiliki ikatan pada siapapun. Dimana sistem hubungan seperti ini tidak bisa serta merta dikatakan sebagai poliandri. Bukan pula prostitusi karena tidak adanya transaksi. Semua hubungan berjalan begitu saja dan bebas tanpa ada batasan apapun.
https://2kckmk1oabwe2e7tgb35crjv-wpengine.netdna-ssl.com/wp-content/uploads/2014/10/untitled-203.jpg |
Jika hubungan mereka berhasil membuahkan keturunan, maka sang anak akan menjadi milik dari sang wanita. Nama sang anak akan memiliki nama keluarga sang ibu. Matriarki menjadi satu kebijakan untuk seluruh keluarga. Semua keputusan wanita sangat dijunjung tinggi di suku Musuo dari China ini. Tak heran jika seorang wanita disini sudah tidak menyukai kekasihnya, ia bisa meninggalkan si pria dan tidak memperbolehkannya datang lagi kerumahnya. Para wanita bisa bebas mengencani siapapun dan sebanyak apapun selama hidup mereka tanpa perlu mengkhawatirkan pertengkaran antar suami-istri. Ini merupakan peraturan tradisional mengenai pernikahan berjalan yang mereka lakukan.
Para Anak Muda Memilih Merantau
Banyak pula anak-anak yang pada akhirnya tidak mengetahui ayah mereka. Ibu mereka juga tidak terlalu mempermasalahkan ketidak tahuan anak-anak mereka. Semua didasari karena budaya dan tradisi. Tidak ada yang menghakimi dan tidak ada yang menaruh statement negatif antar masyarakat dalam suku Musuo.Perlahan, seiring dengan berkembangnya zaman, para pemuda pemudi suku ini lebih tertarik dengan dunia luar. Apalagi sekarang, danau Lugu di desa mereka sudah menjadi destinasi wisata yang berkembang. Turis asing dan lokal yang datang berkunjung, semakin lama semakin banyak dan membawa budaya dari luar kedalam. Perkembangan teknologi yang cepat terutama internet, membuat statement ‘terbelakang’ pada suku Musuo perlahan menurun. Dan para pemuda lebih bermimpi untuk dapat keluar kota daripada menetap di desa.
Terlepas dari betapapun berbedanya tradisi suku Musuo di Cina, hal-hal baiknya harus di ambil, dan sisi buruknya cukup dibuat pelajaran dan pengetahuan untuk kehidupan kita.
Bagaimana pendapat kalian mengenai suku ini? Apa cukup menarik? Atau kalian memiliki pendapat lain? Yuk bahas di komentar. Semoga informasi mengenai budaya Matriarki suku Musuo di China ini bermanfaat. Cukup share di sosial media kalian, agar pengetahuan seperti ini berguna bagi banyak orang di sekitar.