RENGKUHAN AKHIR
‘sssh..’ suara desisan. Ia datang.
Aku merasakan tangannya mengelus pundakku. Lalu menghilang. Aku menoleh.
“kau sudah melihat desktopku?. Lucu bukan?” kataku sambil tersenyum. Aku memandang keseluruh ruangan berusaha mencari keberadaannya.
Sebuah bayangan terbentuk perlahan di depanku. Seperti permen kapas hitam yang berputar bagai angin puyuh kecil, mulai membentuk sebuah wujud. Aku mendongakkan kepala untuk melihat dirinya. Ia tersenyum padaku, menampakkan giginya yang runcing dan mengkilap. Ia ingin membelaiku, ku rasa ia berusaha membentuk tangan dari bayangannya. Terasa dingin tangannya menyentuh pipiku.
Ia beralih menuju komputerku. Belum sampai ia dekat dengan komputerku. Monitor itu langsung eror. Bergaris dan bergerak cepat. Lalu mati. Ku rasa ia terkejut, ia mundur. Aku tertawa. Ku dekati dirinya.
“itu, mati!” suaranya lebih mirip erangan, ia menunjuk ke arah komputerku.
‘klek, brak!’ pintu kamarku terbuka secara tiba-tiba. Sial, aku lupa menguncinya.
“Ada siapa di kamarmu?!” ayahku panik di tengah pintu. Melihat sekeliling ruangan. Tak ada apa-apa hanya aku yang berdiri di tengah kamar dengan komputer yang tiba-tiba menyala kembali.
“Apa kau tak apa-apa?” tanya ayah. Ia berlari mendekatiku, lalu memelukku.
“Aku tak apa-apa ayah. Ada apa?” tanyaku.
“Aku mendengar sebuah suara yang asing dari dalam kamarmu. Ku kira ada pencuri,”
Aku memiringkan kepala.
“Tak ada pencuri ayah. Itu hanya dirinya yang datang untuk melihat desktopku. Lihatlah, gambar kucing itu lucu bukan?” tunjukku pada monitor komputerku.
Ayah melepaskan pelukannya dariku. Memandang komputerku sejenak, lalu memandangku.
“Dia siapa?. Kau selalu menyebut dirinya, dirinya, dirinya. Apa kau sedang tak enak badan?” tanya ayah. Ku rasa ayah mulai heran.
“Dia ya dia, yah. Yang sering ku ceritakan. Datang untuk menghiburku. Aku juga tidak sedang sakit” jawabku sambil tersenyum.
Ayah mulai curiga. Pandangan matanya di picingkan padaku, ia melangkah mundur perlahan.
“Ah, itu hanya imajinasimu. Tidurlah!, itu tidak nyata. Ayah tak ingin mendengar hal itu lagi. Ayah sudah muak, setiap hari kau selalu menceritakan dirinya. Dirinya yang tak nyata. Bahkan kau sendiri tak tahu namanya bukan?. Itu hanya imajinasimu!” ia mulai membentakku.
“Tapi, ayah..”
“Tak ada tapi!. Tidur!” ia menunjuk tempat tidurku, lalu pergi keluar kamar dan menutup pintu dengan keras.
Akupun berjalan dengan malas sambil menggerutu menuju tempat tidurku. Merebahkan diri dan menatap langit-langit, mulai berpikir. Mungkin dirinya hanya imajinasiku. Seperti imajinasi yang umum ketika seseorang membutuhkan sebuah dukungan. Aku menghembuskan nafas.
“Mungkin ayah benar,” bisikku pada diriku sendiri.
“Aku bukan imajinasimu. Aku nyata!” Wajah itu tepat di depanku. Aku terkejut dan hampir menjerit. Namun sebuah tangan terasa menutup mulutku.
“Sttt!.. jangan berteriak!”
Akupun mengangguk dengan masih terkejut. Ia mundur. Akupun bangun. Dan duduk tepat di depannya.
“Apa kau mulai tidak percaya dengan keberadaanku?” ia bertanya padaku.
Aku terdiam sesaat memandanginya lekat-lekat. Ia terbang, melayang atau apalah. Tak memiliki kali sepertinya, atau putaran angin yang mirip angin puyuh di bawah tubuhnya itu kakinya?, entahlah. Tubuhnya mirip seperti bayangan permen kapas hitam. Giginya runcing, dengan ekspresi yang selalu tersenyum, tak perduli bagaimana perasaan dan suasana hatinya. Makhluk apakah dia?, akupun tak tahu.
Apa dia hanya halusinasiku?. Ayah mungkin benar tentangnya. Namun apa yang bisa membuktikan bahwa ia tak nyata?. Dan sebaliknya, apa yang bisa membuktikan bahwa ia nyata?. Aku menutup mata. Berharap jika aku membuka mata, ia sudah menghilang. Dan semua ini hanya halusinasi.
Aku terkejut, ketika ia masih berada di depanku. Dengan ekspresi yang sama. Tersenyum.
“Kau ingin meyakinkan bahwa aku tak ada?. Kau salah!” ia terdengar marah. Suaranya menggema.
“Aku, hanya, ingin, bersamamu,.” Warna matanya berubah merah.
Sekelilingku angin berputar cepat, mengacak acak isi kamarku. Kertas dan bukuku beterbangan, kencang sekali. Sosok di depanku mengulurkan tangan.
“Apa kau mau bersamaku?” parau suaranya terdengar.
Aku meraih tangannya, ia membawaku terbang ke langit-langit kamar. Angin kencang di dalam kamarku membuat keributan. Rambutku terasa berkibar di udara. Ia merengkuhku, memelukku, lalu mencumbu leherku dengan penuh kasih sayang.
Salah!. Ia tak sedang mencumbuku. Ia berusaha menggigitku, giginya yang runcing dapat kurasakan menembus kulitku. Pedih. Apakah ia ingin memakanku?. Aku tak perduli. Aku ingin bersamanya.
“Akan ku pastikan, kau akan selalu bersamaku,” suara parau itu terdengar merdu dan indah di telingaku. Ku pasrahkan diriku, pada makhluk ini.
Sayup sayup ku dengar suara dari luar kamarku, ketukan dan panggilan. Suara ayah. Ia tak bisa membuka kamarku yang terkunci. Suaranya tertutup suara angin dan benda-benda dalam kamarku yang berjatuhan dan bergemuruh. Namun aku tak perduli. Makhluk ini memakanku dengan lahap, suara giginya yang bergemerutuk mengunyah dagingku terasa indah. Pada akhirnya, aku hanya mendengar suara pintu terdobrak, dan teriakan panggilan dari ayah di susul dengan tangisan pilu.
SELESAI
**Cuap cuap ringan
Kalian bisa tinggalkan komen mengenai cerita diatas kunjungi dan follow juga halaman wattpad milik penulis disini : krisakbie
*Isi sepenuhnya adalah milik dari liwato
*Mohon untuk mencantumkan sumber penulis dari blog ini jika mempublikasikan ulang!
*respect for respected