Kebohongan [Creepy Story]

0

KEBOHONGAN

oleh (krisakbie)
Note : Gore, Pshycothriller ALERT!

Orang orang di sekelilingku sangat menyayangiku. Baik teman, tetangga, maupun keluargaku. Aku pintar, cantik, dan baik, begitulah pendapat mereka tentang diriku. Atau mungkin aku terlalu percaya diri?, ah, masa bodoh. Yang penting, semua hal di sekelilingku membuatku nyaman. Tanpa ada penghianatan, tanpa ada kebohongan.
Namun, semuanya berubah ketika penghianat ini masuk dalam duniaku. Wajahnya yang menunjukkan seolah dia adalah pria yang paling baik hanya sebagai topeng. Aku tak suka dengan topeng itu. Aku memegang wajahnya, mengelusnya. Ia terlihat ketakutan. Bibirnya bergetar. Berkali kali ia mengatakan bahwa ia tak pernah sekalipun menghianatiku. Tapi itu bohong, aku tau hal itu. Aku tau dengan mata kepalaku sendiri. Ia pergi berkencan dengan wanita lain. Tepat di depan mataku.
Malam itu, aku berniat pergi belanja ke kota. Duduk sebentar di alun alun, lalu mengirimkan sms padanya. Ya, ia malam ini tak bisa menemaniku pergi keluar, katanya, ia sedang sibuk. Ada urusan penting yang harus ia selesaikan di kantor. Aku percaya. Toh, selama ini dia tak pernah membohongiku. Selang beberapa menit kemudian, sepasang kekasih berjalan di depanku. Jaraknya tak terlalu jauh, dan tak terlalu dekat dengan tempat dudukku. Alun-alun yang ramai dengan orang orang membuatku tak bisa memandang mereka dengan jelas. Yang ku tahu, itu dirinya. Ya, dirinya. Dengan seorang wanita. Wanita itu memegang tangannya dengan mesra, kepalanya di letakkan dengan lembut di pundak yang ia gandeng. Aku terpaku. Mereka menghilang di tengah kerumunan.
Bagai tersetrum listrik bertegangan tinggi, hatiku seakan terbakar dan diriku hampir tak bisa berpikir. Kerlip kerlip lampu jalanan, dan cekikikan anak anak yang berada di sekelilingku bagaikan sura kaset rusak yang semakin parah mengacaukan otakku. Bagaimana mungkin ia bisa berbohong padaku?. Dia satu satunya orang yang berani menghianatiku.
Namun tenang saja. Penghianat ini sekarang ada di sini. Ku pandangi wajahnya yang ketakutan. Ku belai kembali wajahnya. Entah kenapa ia sudah berhenti berteriak. Hanya menangis dan ketakutan.
"apa ikatan ini terlalu kencang?", tanyaku padanya. Ia hanya diam.
"kalau begitu, mungkin ini terlalu kendor. Aku akan dengan senang hati mengencangkanya, sayang", sambungku. Akupun tersenyum padanya, lalu berjalan ke belakang kursi tempat ia duduk. Ku kencangkan tali yang mengikat tubuhnya pada kursi yang ia duduki.
"ugh!", ia menggerang kesakitan. Namun, bukankah ia yang menginginkan hal ini?. Ia tak menjawab pertanyaanku, berarti ia menginginkan hal ini. Ya, aku suka melihatnya seperti ini.
Wajahnya memelas, tanpa ada teriakan. Ah, wajah itu. Bukankah itu hanya topeng?. Aku ingin menghias topeng itu. Dengan apa ya?. Mungkin dengan cutter kecil ini. Akan ku buat topengnya terlihat lebih manis dan imut.


Aku berdiri tepat di depannya. Lalu duduk di pangkuannya. Ku angkat wajahnya. Ku tatap ia lekat lekat.
"aku ingin menghias topengmu supaya terlihat lebih manis."
"apa lagi yang ingin kau lakukan padaku?!"
Aku tertawa kecil. Lalu ku ukirkan goresan tipis di pipinya. Ia berdesis kesakitan saat sisi dingin cutter ini menembus kulit wajahnya. Tiga goresan di kanan, dan tiga di kiri. Goresan itu membuatnya seimut kucing yang memiliki kumis di kanan dan kiri. Darah mengucur dari goresan itu. Di susul dengan air matanya. Ia mohon ampun. Namun, aku tak suka dengan permohonan ampunnya. Ku kecup bibirnya. Ia berhenti memohon ampun sesaat.
Akupun turun dari pangkuannya. Berjalan mengelilinginya beberapa kali, sambil mengamatinya. Ia tertunduk lemas dengan tetesan darah yang bercampur dengan air matanya.
"hmmm, aku lebih suka kau berteriak daripada meminta ampun, sayang. Tidak bisakah kau berteriak untukku?" tanyaku. Tak ada jawaban. Ia tetap menunduk.
Ku letakkan tanganku di pundaknya. Lalu berdiri tepat di sebelahnya. Aku duduk di lantai, tepat di sebelahnya. Dengan begini, aku bisa melihat wajahnya walaupun ia tertunduk. Ku pegang telapak tangannya. Ku eluskan pada wajahku. Ini tangan yang telah di pegang oleh wanita lain, wanita yang bukan diriku. Ia menatap wajahku.
"lepaskan aku. Kau sudah gila!" kali ini ia berteriak padaku.
"wah, kau sudah berbicara?. Ini membuatku senang. Kenapa kau tak berteriak minta tolong lagi seperti saat pertama kali aku menyeretmu kesini, kucingku yang manis?"
"kau sudah gila!. Aku sudah lelah dengan semua ini. Tak ada yang datang menolongku. Ini ruang bawah tanah rumahmu. Tak mungkin ada yang medengarku!"
"jadi, kau menyerah?"
"ya. Terserah mau kau apakan aku ini. Yang jelas, walaupun kau menyiksaku, aku tetap mencintaimu. Kalau perlu, bunuh diriku."
Aku tersenyum padanya. Apa ia benar benar mencintaiku?. Atau hanya akal akalannya saja supaya diriku kasihan, dan membebaskannya?. Ah, aku tak sebodoh itu untuk ia bohongi.
Ku ambil katana peninggalan kakekku. Berkilau sekali. Di ruangan bawah sini banyak sekali peralatan yang tak boleh di ambil sembarangan. Namun, kini aku bebas. Tak ada siapapun di rumah. Aku mengambil apapun sesuka hatiku. Termasuk katana ini. Ini pasti akan lebih menarik daripada cutter tadi.
"apa pendapatmu tentang benda ini?". Ia terlihat terkejut melihatku membawa benda ini.
"apa kau ingin menusukku?"
Aku berfikir sejenak.
"mmm, mungkin tidak. Aku ingin memotong sesuatu"
"kau ingin memenggalku?"
"ah, tidak juga"
"lalu apa yang ingin kau potong?"
Aku tak menjawab pertanyaannya. Ku usapkan katana ini ke tanganku. Tanganku tergores. Darah mengucur dari telapak tanganku. Perih. Tapi menyenangkan. Ia menatapku ngeri.
Aku ingin memotong tangannya. Tangan yang telah ia gunakan untuk memegang tangan wanita lain. Ku arahkan katana ini tepat di pergelangan tangannya. Ia menjerit, berteriak. Teriakan yang indah. Darah menyembur bagaikan keran air dari tangannya. Ia bergerak tanpa bisa berdiri. Sekarang tangan yang satunya. Ia meronta kesakitan. Menangis dan memohon ampun.
Aku tak suka ia mengatakan ampun. Sangat tak suka. Ku kecup bibirnya. Cucuran air mata mengalir deras dari matanya.
"ku mohon, jangan menyiksaku. Bunuh aku saja. Aku tak tahan."
Ia memohon. Aku tak perduli.
Sakit hati yang ku rasakan. Lebih parah dari ini. Ia harus merasakannya juga.
Aku kembali duduk di pangkuannya. Ku pandangi wajahnya yang berhias darah.
"apa kau masih mencintaiku?" tanyaku padanya. Ia terdiam sejenak.
"aku masih mencintaimu walau kau membunuhku." suaranya terdengar seperti erangan kesakitan.


Aku tak percaya padanya. Itu hanya omong kosong. Ku cium bibirnya. Ku peluk ia dengan tangan kiriku. Tangan kananku mengarahkan katana tepat di belakang punggungnya. Menembus tubuhnya, hingga menembus tubuhku. Sakit. Aku tak perduli. Ku peluk ia semakin erat. Yang jelas, kini kami bersama. Tak terpisahkan. Ia tak akan mungkin pergi bersama wanita lain lagi. Atau bisa di sebut ia memang tak pernah pergi dengan wanita lain. Ia tak pernah menghianatiku. Aku hanya mengarangnya. Ia memang orang yang paling mencintaiku. Aku percaya hal itu. Oleh karena itu, aku ingin selalu bersamanya.
SELESAI

**Cuap cuap ringan
Kalian bisa tinggalkan komen mengenai cerita diatas kunjungi dan follow juga halaman wattpad milik penulis disini : krisakbie

*Isi sepenuhnya adalah milik dari liwato
*Mohon untuk mencantumkan sumber penulis dari blog ini jika mempublikasikan ulang!
*respect for respected

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top