Sebercak Kisah di Petualangan
Namaku Krisna,
salah satu anak di grup TRANZ GIRL yang di kenal teman-teman kami grup yang
gila, karena mencoba mencari tahu hal-hal gaib.
Pagi ini, aku
dan grup TRANZ GIRL yaitu aku(Krisna), Mila, Mita, Cita, Dina dan Dini,
mempersiapkan barang-barang untuk petualangan kami yang ke 3 kalinya.
“ Kris, kita
kemana sih?” tanya Mila sambil memasukkan barang bawaanya.
“ Alaaah, ikut
aja deh!” jawabku sambil tersenyum.
Walau umur kami
baru 15 tahun, kami termasuk petualang yang cukup pemberani.
Kami sedang
berada di atas bangunan tua, di belakang lapangan. Dan itulah markas kami.
Aku mulai
melompat turun dari atas sana, dan menaiki sepeda, teman-teman mengikuti dari
belakang, sambil mengayuh sepeda masing-masing.
******************
Akhirnya kami
sampi di tempat tujuan. Dina bertanya “ Kris, kok kesini sih?”
“Sudahlah,
ayo!” jawabku singkat.
“ Sudahlah Din,
kita ikuti saja Krisna, bisa-bisa kamu di tinggal di sini.” Kata Mila .
Tujuan kami
kali ini adalah salah satu kompleks pemakaman cina kuno, yang berada di daerah
Trowulan, Mojokerto. Akupun berkata pada teman-teman “ Kita akan berkemah
selama 2 hari di sini, untuk menyelidiki apakah tempat ini benar-benar angker
dan banyak penunggunya atau tidak. Karena, menurut sebagian penduduk di sini, tempat ini sangat
angker “ kataku menjelaskan, sambil mencoba menegangkan suasana.
Teman-teman
mengangguk mengerti.
Lokasi kali ini
terkenal sangat angker dan banyak penunggunya. Letaknya lumayan jauh dari
perkampungan penduduk. Tak heran jika tempat ini cukup sepi. Terhimpit hutan
dan pepohonan yang rindang, membuat suasana menjadi gelap dan menambah ke
angkeranya.
Cita berjalan
di depan, dan di ikuti oleh teman-temanku yang lain. Aku sengaja berjalan
paling belakang, karena ku tau salah satu dari mereka ada yang takut.
Hari beranjak menjadi petang, dan kami menemukan tempat yang cocok untuk membangun tenda. Setelah tenda selesai di bangun, aku berkata pada mereka.
“Sekarang kita mulai tidur . Nanti malam jangan lupa untuk bangun, karena kita akan memulai petualangan nanti malam. Mita, kamu atur alarm di hp kamu, supaya kita tidak telat untuk bangun.” Kataku pada Mita.
Hari beranjak menjadi petang, dan kami menemukan tempat yang cocok untuk membangun tenda. Setelah tenda selesai di bangun, aku berkata pada mereka.
“Sekarang kita mulai tidur . Nanti malam jangan lupa untuk bangun, karena kita akan memulai petualangan nanti malam. Mita, kamu atur alarm di hp kamu, supaya kita tidak telat untuk bangun.” Kataku pada Mita.
******************
Kriiiing......,
bunyi alarm terdengar. Aku bertanya pada Mita,
“Mit, jam
berapa sekarang?” tidak ada jawaban, aku mulai meraba tempat tidur Mita,
ternyata dia tidak berada di tempatnya. Lalu aku membangunkan teman-teman yang
lain.
“Bangun!
Bangun! Bangun! Mita tidak ada!!”
“ Hah? Tidak
ada bagaimana?” tanya Mila dengan panik.
“Aku juga tidak
tahu. Paa saat aku bangun, tiba-tiba Mita sudah tidak ada. Yang ku temukan
hanya hp-nya.” Lalu ku ceitakan apa yang telah terjadi.
Tepat pukul
02.20 WIB, setelah kami membicarakan tentang Mita, aku berkata,
“Teman-teman,
sekarang mari kita mencari Mita. Kita berpencar menjadi dua kelompok. Aku dan
Dini mencari ke arah utara, ke arah sungai!, lalu Dina, Mila dan Cita ke
selatan, ke arah hutan!” usulku. Lalu kamipun berpencar.
Aku dan Dini
berjalan bersamaan, dan tiba-tiba suara teriakan seseorang terdengar nyaring
“Aaaaaaaaaaaaaaaaa...........
tooooolllloooonnnggg...!!!” aku dan Dini menoleh kesuara tersebut berasal. Kami
berlari menuju ke arah suara itu.
Ranting-ranting kayu yang menghalangi lari
kami, langsung kami patahkan dengan cepat. Tapi, ‘krosak-krosak-krosak’ suara
apa itu?
“Krisna.....
Tolong aku..!!!” suara Dini, aku-pun menoleh ke belakang.
“Dini ! pegang tanganku!” kataku mengejar Dini yang terlilit akar pohon. Aku tak mengetahui pasti pohon apa itu, yang jelas akarnya menarik, melilit dan menyeret tubuh Dini. Dini terlihat pingsan dan aku berusaha mengejarnya walau tanganku tergores ranting-ranting pohon, dan darah bercucuran di mana-mana. Aku tak bisa mengejarnya, kecewa, sedih dan kacau bercampur aduk dalam fikiranku. Aku terdiam, dan berhenti mengejarnya.
“Dini ! pegang tanganku!” kataku mengejar Dini yang terlilit akar pohon. Aku tak mengetahui pasti pohon apa itu, yang jelas akarnya menarik, melilit dan menyeret tubuh Dini. Dini terlihat pingsan dan aku berusaha mengejarnya walau tanganku tergores ranting-ranting pohon, dan darah bercucuran di mana-mana. Aku tak bisa mengejarnya, kecewa, sedih dan kacau bercampur aduk dalam fikiranku. Aku terdiam, dan berhenti mengejarnya.
“ Krisna! kami
di sini!” sebuah suara panggilan membuyarkan fikiranku. Aku menoleh, terlihat
Dina dan Mila berwajah lelah. Mereka mendatangiku.
“Krisna, aku
tadi melihat Dini di bawah jurang. Tetapi......” Dina tak meneruskan
perkataannya.
“Kenapa? Kenapa
Dini?, dan di mana Cita?” tanyaku panik.
“Mereka
berdua.....” Kata Dina terputus sambil menggeleng.
“Aku menemukan
Dini sudah t ewas di jurang 1 jam yang lalu. Dan Cita, dia menghilang
tiba-tiba” lanjutnya.
“Apa?!. Jika
Dini ada di jurang 1 jam yang lalu, lalu siapa yang ku kejar tadi? Ini sungguh
tidak masuk akal” kataku setengah menjerit dan tak percaya.
“Lalu bagaimana
Kris?,” tanya Dina dengan nada menyesal.
Kami terdiam lama sekali. Hanya ada
berbagai macam fikiran aneh yang berkecamuk di hati masing-masing.
Kami termenung
cukup lama, hingga akhirnya hari semakin pagi. Dan dengan berat hati aku
berkata,
“Teman-teman,
dengan terpaksa kita harus pulang jika tidak mau menjadi korban selanjutnya.”
Kataku. Dina, Mila dan Mita terlihat kaget dengan keputusanku. Tapi apa daya,
mereka juga terlihat tidak mempunyai ide lain yang lebih baik.
Tanpa buang waktu, akhirnya kami ber tiga
menuju ke gerbang keluar area pemakaman.
Sesampainya di
ujung gerbang, aku mulai berubah pikiran. Lalu aku berhenti sejenak dan menoleh
ke arah pemakaman.
“Maaf
teman-teman, kalian pulanglah, aku akan di sini untuk mencari Cita, Dini dan
Mita. Entah bagaimana caranya, aku akan
tetap di sini. Kalaupun aku pulang, apa yang harus ku katakan pada semua orang
tentang hilangnya mereka ber tiga?. Aku yang mengajak kalian, berarti aku yang
harus bertanggung jawab atas keselamatan kalian.” Kataku
“Kris, kita ini
satu tim1 susah dan senang harus kita hadapi bersama.” Kata Dina.
“Hei kalian!”
sebuah suara teriakan membuyarkan kesedihan kami. Kami memandang asal suara
itu.
“Itukan Mita,
Dini dan Cita!” kata Mila.
“Tidak
mungkin!” seruka tidak percaya. Ketiga sosok yang menimbulkan suara tadi
perlahan mendatangi kami.
“Kalian kemana
saja sih?. Di cari tidak ketemu-ketemu!” kata salah satu dariketiga sosok tadi,
yang bernama Cita. Aku terperangah.
“Bagaimana cara
kalian bisa keluar dari pemakaman?”tanya Dina.
“Kami tadi
mencari kalian yang kami kira sudah meninggalkan kami ber tiga, dan pergi ke
perkampungan. Kalian kan sering usil. Jadi, akhirnya kami pergi ke perkampungan
dan bertanya pada para penduduk di sana. Tetapi mereka mengatakan tidak tahu.
Jadinya kami kembali lagi” jelas Mita.
Aku, Dina dan
Milaterdiam daram fikiran masing-masing. Siapa yang ku kejar tadi? Siapa yang
ku temui tadi? Dan berbagai macam pertanyaan yang berbeda.
“Sudahlah kita
pulang saja. Lagi pula sudah semakin siang, dan aku tidak ingin kita
kepanasan!” kata Dini. Aku mencoba mendekat dan mencubit pipinya.
“Horeee!! Kita
semua selamat!” teriakku girang.
“Kalau begitu
kita pulang sekarang!” lanjutku.
“Tapi
barang-barang kita bagaimana?” tanya Dina.
“Sudahlah,
masalah barang-barang tidak usah khawatir. Tadi ada salah satu penduduk desa
yang lewat di sekitar sini, lalu melihat barang-barang yang kita bawa kemarin.
Jadinya di bawa pulang deh!” kata Cita.
“Sudahlah kita
pulang saja. Lagi pula sudah semakin siang, dan aku tidak ingin kita
kepanasan!”kataku.
“Hei! itukan
kata-kataku!” Dini yang merasa kata-katanya di jiplak,langsung memprotesku.
“Jangan bertengkar! Kita sekarang keperkampungan, lalu ambil
barang-barang, ambil sepeda, lalu pulang” kata Mila menengahi. Akhirnya kami
menuju ke perkampungan.
Di
perkampungan, sedang ramai anak-anak kecil yang bermain, dan beberapa ibu-ibu
yang mengobrol asyik. Mita, Dini dan Cita membawa kami ke salah satu rumah
penduduk, untuk mengambil barang-barang kami.
“Assalamu’alaikum”
teriak Dini.
“Wa’alaikum
salam!. Oh, adik-adik yang kemarin ya?.mau ambil barang-barang ya?.sebentar ya,
saya ambilkan dulu di dalam. Silahkan uduk di emperan dulu.” Kata seorang bapak
pemilik rumah. Kami ber enam duduk di emperan rumahnya.
“Eh Mil, kalau
ini Dini, Mita dan Cita, lalu yang kita lihat tadi apa ya?” tanyaku sambi
berbisik kepada Mila.
“Sudahlah,
tidak usah di permasalahkan lagi. Yang penting kita semua selamat.” Jawabnya.
Aku hanya mengangguk.
“Nih Hp-mu”
kataku sambil menyerahkan hp milik Mita ke Mita.
“Terima kasih
ya!” jawabnya sambil tersenyum.
Tak berapa
lama, bapak pemilik rumah tadi keluar sambil membawa tas-tas kami.
“Ini tasnya”
kata beliau sambil menyerahkannya pada kami. Lalu beliau masuk lagi ke dalam
rumahnya.
Karena aku
haus, aku membuka tas ku, untuk mencari air minum mineral yang ku bawa saat
kami berangkat. Saat aku mencari-cari botol, terlihat olehku secarik kertas ada
di dalam tas ku.
Aku mengambilnya, dan kelima temanku
memandangku.
“Apa itu Kris?”
tanya Dina.
“Entahlah, aku
juga tidak tahu. Tiba-tiba saja ada di dalam tasku.”jawabku.
Aku membuka lipatan kertas itu. Sebuah
tulisan huruf kapital berwarna merah tertera jelas di situ.
JANGAN
PERNAH KEMBALI LAGI!! ATAU NYAWAMU AKAN BENAR-BENAR HILANG!!!
Selesai**Notes
First Publish @majalah Kamus ed-19, 2011
Kalian bisa tinggalkan komen mengenai cerita diatas kunjungi dan follow juga halaman instagram milik penulis disini : mifthaakbie
*Isi sepenuhnya adalah milik dari liwato sesuai izin dari penulis
*Mohon untuk mencantumkan sumber penulis dari blog ini jika mempublikasikan ulang!
*respect for respected