Awal aku bertemu denganya, dia memberiku sekaleng kerupuk. Pertemuan kedua, dia juga memberiku sekaleng kerupuk. Setiap aku bertemu denganya, dia juga membawa kerupuk.
Pertemuan yang unik memang, tapi intulah dia, Krisna Andra Winata. Seorang cowok, yang peling hebat, yang pernah ku kenal. Anak dari sepasang suami-istri pembuat kerupuk kecil-kecilan.
*****
Sejak orang tuaku pindah tugas, akupun terpaksa pindah rumah, dan pindah sekolah. Mumpung hari ini adalah hari libur sekolah, aku memanfaatkanya dengan berkeliling kota Mojokerto ini, agar aku bisa lebih mengenal, kota tempat tinggal baruku. Saat aku akan mengeluarkan sepeda motorku dari garasi, tiba-tiba kakakku berkata dari dalam rumah.
“Ata! nanti kalau ada anak yang mengantar pesanan kerupuk ibu, kamu yang bayar ya, uangnya ada dimeja ruang tamu!.” Kata kakak.
“Yelah….” Jawabku dengan nada tak bersemangat.
Akupun akhirnya meletakkan sepeda motorku kembali, dan menuju emperan rumah, dan menunggu kerupuk pesanan ibu.
“Assalamu’alaikum,” teriak, seseorang dari luar rumah. Dan akupun langsung bisa menebak bahwa itu pasti suara pengantar kerupuk pesanan ibu.
“Wa’alaikum salam,” Jawabku tergopoh, sambil mengambil uang di atas meja ruang tamu. Akupun berlari keluar rumah, tapi, pada saat aku memandang pengantar kerupuk itu, aku terbengong sesaat.
“Ini kerupuknya mbak.” Jawabnya, ketika melihatku terbengong.
“ Oh iya, maaf ya. Ini uangnya” kataku.
“ Terimakasih” Jawabnya sambil memberikan kaleng berisi kerupuk. Lalu, pergi meninggalkanku yang masih bengong.
“ Hei!! Kenapa sih kamu?,” tiba-tiba kakak menepuk pundakku dari belakang dan akupun tersadar.
“ Ah, nggak kok.” Jawabku.
“ Yang benar?. Kenapa kamu pandangi cowok tadi dengan aneh? Hayo, jangan-jangan...?” Tanya kakak.
“Apa-apaan sih kakak” Kataku sambil menyikut,entah kenapa aku jadi tersipu.
“Cowok itu memang ganteng tapi ada satu hal yang perlu kau kagumi darinya.” Jawab kakak.
“Maksudnya?”
“Dia itu anak dari seorang pembuat kerupuk kecil-kecilan. Tapi, dia tak pernah merasa malu. Begitulah, yang kakak tahu dari orang-orang di sekitar sini”
“Ow..”
Akhirnya, niatku untuk berkeliling Mojokertopun, ku batalkan. Entah karena apa, tiba-tiba keinginanku musnah, ketika kakak berkata tentang cowok tadi.
Besok paginya, adalah hari pertama sekolahku di sekolah baruku. Aku di sekolahkan oleh orang tuaku di MTs Al-Musthofa, yang kebetulan dekat dengan tempat tinggalku.
Setelah berada di sekolah, aku bersama ayahku menuju kantor guru. Lalu, salah seorang guru mengajakku masuk ke dalam kelas baruku. Beliaupun menyuruh diriku memperkenalkan diri, lalu aku di suruh duduk di tempat duduk kosong yang berada di pojok belakang kelas. Tapi pandanganku tertuju pada salah satu siswa yang duduk di depanku.
“Hei, diakan yang kemarin pagi mengantarkan kerupuk,” Kataku dalam hati.
Setelah pelajaran usai, banyak siswa-siswi yang berkenalan denganku. Tapi tidak untuk cowok misterius itu. Dia lebih memilih pergi keluar kelas.Seusai perkenalan selesai, aku memutuskan untuk diam di dalam kelas sambil membaca buku.
Tak selang lama, cowok misterius tadi, masuk ke dalam kelas. Dan menuju bangkunya yang berada di depan bangkuku. Sebelum dia duduk, akupun berusaha berkenalan denganya,“Hei, bolehkah aku berkenalan denganmu?” Tanyaku. Dia terkejut mendengar pertanyaanku.
“Kau berbicara denganku?” Katanya balik bertanya.
“Memangnya mau bicara dengan siapa lagi?. Kenalkan, aku Ata Firman Firdaus. Kalau kamu?” Kataku sambil mengulurkan tangan.
“Aku Krisna. Krisna Andra Winata.” Jawabnya sambil membalas uluran tanganku.
Dia duduk, dan menghadap ke arahku.
“Bukankah kau yang kemarin ke rumahku?” Tanyaku.
“Iya, tapi saya tidak menduga jika kau akan sekolah di sini” Jawabnya.
Kamipun berbicara panjang lebar, dan akhirnya aku tahu bahwa dia memiliki 2 orang adik, tetapi, adiknya tidak sekolah karena orang tuanya hanya mampu membiayai sekolahnya saja. Dan diapun mengaku bahwa, meskipun orang tuanya hanya seorang pembuat kerupuk kecil-kecilan, dia tak pernah malu. Dia bercita-cita untuk membahagiakan orang tuanya.Dan sejak saat itu, kami menjadi sahabat dekat.
Satu tahun telah berlalu, tak terasa kami lulus sekolah. Akupun di bawa ayah untuk ikut kembali ke kota asal. Tetapi, yang membuatku terharu, sehari sebelum aku kembali ke kota adal, Krisna memberiku sekaleng kerupuk.
“Jangan lupa denganku ya!, dan, jangan melupakan rasa kerupukku ya!” katanya sambil tersenyum.
“Pasti, dan aku akan mencoba membuatnya sendiri.” Jawabku.
“Jangan nanti aku tersaingi, dong?”
“Ah, kamu ada saja, mana ada yang bisa menandingi rasa gurih kerupukmu.”
Kami tertawa bersama.
*****
Beberapa tahun kemudian, ayah menyerahkan semua tanggung jawab perusahaanya padaku. Aku menerimanya. Sebenarnya aku merasa keberatan, tetapi, kata-kata sahabatku, Krisna, membuatku bersemangat. Dia berkata..
“Seberat apapun sebuah kepercayaan, akan bisa kita kurangi dengan optimisme” Senyumnya masih ada dalam ingatanku. Alhamdulillah, pekerjaankupun sukses. Sedang Krisna hanya ada dalam kenangan sebab sejak perpisahan itu sekalipun aku nggak pernah ketemu dengannya.
Pada suatu hari, ketika aku mengendarai mobil untuk untuk bertamasya sendirian, tiba-tiba saja mobilku hampir menabrak seorang cowok yang mengendarai sepeda ontel. Ketika dia menoleh kearahku, aku terkaget dan terpaku sesaat.
“Krisna?” Kataku spontan.
“Ata?” Jawabnya.Aku turun dari mobil.
“Sudah lama tak bertemu ya?. Sepertinya kau sudah lebih sukses dariku!” Kata Krisna padaku.
“Ya, beginilah. Memangnya, kamu sekarang bekerja apa?” tanyaku.
“Aku meneruskan usaha orang tuaku” Jawabnya.
Aku langsung kaget, mendengar jawabanya. “Bukankah dulu orang tuanya dulu hanya pembuat kerupuk?. Kasihan sekali dia” Kataku dalam hati.
“Yuk, ikut ke tempatku!” Ajaknya.
“Tapi, akukan naik mobil” Jawabku.
“Sudahlah, kamu naik mobil saja, ngikuti aku dari belakang. Tempatnya nggak jauh dari sini kok” Katanya, sambil tersenyum. Senyum khas dari seorang bernama Krisna.
Sampai di tempat tujuan, alangkah terkejutnya diriku melihat tempat usaha Krisna. Tempat yang tak pernah ku bayangkan. Yang berada di depan mataku adalah pabrik kerupuk yang megah.
“Kenapa bengong? Yuk masuk, aku bawa keliling-keliling!” Kata Krisna tiba-tiba.
Setelah kami berkeliling, aku bertanya pada sahabatku yang misterius ini.
“Kenapa kau memutuskan untuk membuat pabrik ini? Ini sangat-sangat mengagumkan.” Kataku.
“Aku sangat suka dengan yang namanya kerupuk. Ayahku berkata padaku bahwa sesuatu yang kecil bisa menjadi besar. Dan, inilah aku.” Jawabnya.
“Tapi, ada satu hal yang aneh bagiku.” Kataku.
“Apa itu?”
“Kenapa kau mengendarai sepeda ontel untuk sampai ke sini?, bukankan, lebih baik jika kau membeli mobil?”
“Aku suka bersepeda agar sehat. Bukankah bersepeda juga lebih hemat dan ramah lingkungan?” Jawabnya dengan tersenyum. Senyum yang hanya bisa ku temui pada satu orang. Senyum sederhana dan tanpa paksaan.
Itulah senyum sahabatku, Krisna Andra Winata. Seorang cowok yang paling hebat yang pernah ku kenal. Anak dari sepasang suami-istri pembuat kerupuk kecil-kecilan.
“Ah..Kerupuk…” desahku dalam hati, sambil tersenyum.
“Kenapa senyum-senyum sayang?” Aku dikagetkan suara suamiku.
“Ah..nggak koq mas Kris, cuma ingat saja pertemuan kita dulu,”
“Sudahlah, itu semua kenangan, yang penting kau sudah jadi istriku.”
Aku hanya tersenyum, menyambut tangan suamiku, Krisna, ya, penjual kerupuk itu kini menjadi pria terhebat dalam hidupku.
Selesai
**Notes
First Publish @majalah Kamus ed-18, 2011
Second Publish @Radar Mojokerto, 4 Maret 2012
Kalian bisa tinggalkan komen mengenai cerita diatas kunjungi dan follow juga halaman instagram milik penulis disini : mifthaakbie
*Isi sepenuhnya adalah milik dari liwato sesuai izin dari penulis
*Mohon untuk mencantumkan sumber penulis dari blog ini jika mempublikasikan ulang!
*respect for respected
**Notes
First Publish @majalah Kamus ed-18, 2011
Second Publish @Radar Mojokerto, 4 Maret 2012
Kalian bisa tinggalkan komen mengenai cerita diatas kunjungi dan follow juga halaman instagram milik penulis disini : mifthaakbie
*Isi sepenuhnya adalah milik dari liwato sesuai izin dari penulis
*Mohon untuk mencantumkan sumber penulis dari blog ini jika mempublikasikan ulang!
*respect for respected